LATAR
BELAKANG
Hutan rakyat (privat forest) merupakan hutan
yang, tumbuh di tanah milik masyarakat baik yang dikelola secara perorangan
atau kelompok (Teeter, Cashore, Zhang 2003). Keberadaan hutan rakyat diharapkan
menjadi sektor mandiri usaha yang dilakukan oleh masyarakat untuk bisa memenuhi
kebutuhan kayu dalam negeri.
Hutan rakyat di Pulau Jawa dan Madura
berkembang pesat. Secara statistik, diketahui tahun 2003 hutan rakyat mempunyai
luasan 1,56 juta ha dengan potensi kayu 39,5 juta m3 (Departemen Kehutanan dan
Badan Pusat Statistik 2004), kondisi ini berkembang menjadi 2,58 juta ha dengan
potensi kayu 74,76 juta m3 pada 2008 (BKPH Wilayah XI dan MFP II 2009). Data
terbaru menunjukkan luasan 2,80 juta ha dengan potensi kayu sebesar 97,97 juta
m3 pada tahun 2010 (Pusat P2H 2010).
Pembangunan hutan rakyat mencakup berbagai aspek pendukung. Aspek perencanaan yang secara konsep membuat dan mengimplementasikan konsep kedalam kondisi hutan rakyat yang dikelola dalam skala kecil dan keluraga. Aspek silvikultur tentunya menjadi aspek yang berperan dalam penentuan model pembangunan, penanaman, pemeliharaan, dan penanaman hutan rakyat yang tentunya disesuaikan dengan kebutuhan dan kultur masyarakat yang ada. Selanjutnya aspek sosial ekonomi juga sebagai motiv dalam membangun hutan rakyat oleh petani.
Pembangunan hutan rakyat mencakup berbagai aspek pendukung. Aspek perencanaan yang secara konsep membuat dan mengimplementasikan konsep kedalam kondisi hutan rakyat yang dikelola dalam skala kecil dan keluraga. Aspek silvikultur tentunya menjadi aspek yang berperan dalam penentuan model pembangunan, penanaman, pemeliharaan, dan penanaman hutan rakyat yang tentunya disesuaikan dengan kebutuhan dan kultur masyarakat yang ada. Selanjutnya aspek sosial ekonomi juga sebagai motiv dalam membangun hutan rakyat oleh petani.
Perkembangan hutan rakyat yang pesat ini
menunjukkan keberhasilan petani dalam membangun dan mengelola hutan dalam skala
kecil dan keluarga. Keberhasilan ini harus didukung oleh berbagai pihak, baik
pemerintah, pengusaha dan atau pemilik modal, akademisi atau perguruan tinggi,
dan lembaga swadaya masyarakat. Utamanya perguruan tinggi, sebagai institusi
yang mempunyai legitimasi dan kemampuan terhadap ilmu pengetahuan diharapkan
mampu mengintroduksikan teknologinya untuk kemajuan hutan rakyat.